Lingkung seni yang ada di Dusun Buganggeureung Desa Sekarwangi. Lingkung seni ini mengkhususkan pada bidang seni tradisional Gemyung. Seni Gemyung ini merupakan seni yang sudah ada sejak lama dan turun temurun, yang dipelopori oleh Ki Olot Miharja. Namun ketika Ki Olot Miharja meninggal dunia, seni ini sempat vakum selama kurang lebih 3 tahun. Kemudian sekitar tahun 2008 aktif kembali.
Menurut sejarah, seni Gemyung sendiri merupakan kesenian yang digunakan sebagai media penyebaran agama Islam di Tanah Jawa. Menurut istilah, “Gemyung” diambil dari kata, yaitu “Ngagem yang Maha Agung”, sedangkan sedangkan pengertian Gemyung sendiri adalah ensambel musik yang terdiri dari beberapa alat tabuh yang terbuat dari kayu bundar dan ditutup sebelah mukanya oleh kulit sapi atau kerbau.
Dalam perkembangannya Gemyung tidak hanya sebagai seni auditif, tapi sudah menjadi seni pertunjukan yang melibatkan unsur seni lain seperti seni tari. Sehingga di sini Gemyung menjadi waditra yang berfungsi sebagai gending pengiring tari dalam pelaksanaan suatu upacara ritual. Masuknya kesenian Gemyung ke wilayah Jawa Barat dibawa oleh Prabu Siliwangi. Kesenian Gemyung sendiri merupakan kesenian peninggalan para wali di Cirebon yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam. Seni Gemyung merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren dan biasanya dipertunjukan dalam acara-acara Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro. Selanjutnya Gemyung masuk ke daerah Sumedang, sekitar tahun 1430 M, oleh Eyang Suci sebagai tokoh penyebaran agama Islam yang media pengembangannya memakai waditra Gemyung.
Dalam kehidupan masyarakat tradisional yang masih terikat dengan adat istiadat, Gemyung biasanya dipertunjukkan dalam upacara Ruwatan Kampung, Guar Bumi, Mapag Sri dan upacara-upacara ritual tradisional lainnya, tempatnya pun selain di perkampungan itu sendiri biasanya di kuburan, sawah, bendungan dan selokan yang baru dibangun. Lagu-lagu dalam Kesenian Gemyung diantaranya: Salu-salu, Kikis Kelir, Meumpeung Hurip dan lain- lain. Lirik lagu-lagu tersebut bernafaskan Islam, karena memang dimaksudkan untuk penyebaran Agama Islam.
Namun, seiring berjalannya waktu seni Gemyung digunakan untuk memeriahkan acara pernikahan ataupun khitanan. Seni Gemyung ini biasa dipentaskan oleh 12 orang anggota. Alat musik yang biasa digunakan antara lain adalah terbang, gendang, goong dan terompet. Menyesuaikan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat luas akan hiburan, seni Gemyung ini dimodifikasi dengan penambahan sinden yang menyanyikan lagu-lagu zaman sekarang seperti keong racun, kabogoh jauh, cinta satu malam dan lainnya. Durasi pementasannya itu maksimal 5 jam dan biasa dilakukan malam hari sekitar pukul 8 sampai 1 dini hari. Namun khusus untuk memeriahkan acara seperti pernikahan dan khitanan dapat dilakukan siang hari dan bertempat di acara tersebut.
(Sumber KKNM Unpad 2011 dan Ai Rosliyani)
Ahad | |
Senin | |
Selasa | |
Rabu | |
Kamis | |
Jumat | |
Sabtu |
Pertunjukan seni Gemyung |
Pengisi hiburan di acara hajatan seperti pernikahan dan sunatan |